Oleh Apri Habeahan
Mahasiswa di Universitas Andalas
Mencontek merupakan hal yang sudah sering bahkan sangat
lumrah kita dengarkan sejak anak-anak. Mencontek bukan hanya populer di kalangan anak-anak
saja melainkan di kalangan setiap pelajar termasuk mahasiswa. Di kalangan
mahasiswa, mencontek bukan lagi dianggap sebagai hal yang memalukan tetapi
sudah merupakan gaya tren para “kaum intelektual”. Memang, tidak semua mahasiswa
menganggap bahwa mencontek itu hal yang biasa namun jumlahnya sangat kecil.
Dengan jumlah mahasiswa yang kerap mencontek begitu banyak sering kali membuat
para pejuang kejujuran tertekan—diolok-olok, dikatakan pelit dan sok alim.
Budaya
mencontek pada kalangan mahasiswa sering kali didorong oleh keinginan mahasiswa
memperoleh nilai tinggi tetapi didapatkan dengan cara yang mudah. Dengan Indeks
Prestasi (IP) yang tinggi, mahasiswa berharap mendapat julukan cum laude tanpa peduli dengan cara
mendapatkannya. Selain itu, menjunjung tinggi rasa solidaritas juga sering
mendorong mahasiswa bekerja sama saat ujian berlangsung. Tidak hanya itu, mecontek
merupakan santapan tepat bagi para pecinta budaya instan. Semua hal yang
mendorong mahasiswa melakukan hal-hal yang instan seperti mencontek mendapat
“dukungan” dari perkembangan teknologi:salah satunya blackberry dengan fitur-fiturnya yang memudahkan mahasiswa
melakukan pencarian (searching) di
internet dan menyimpan file berupa catatan kecil pda saat perkuliahan.
Para
kaula muda termasuk mahasiswa merupakan mangsa utama bagi paham-paham yang tren
masa kini salah satunya adalah pragmatisme karena sifat mahasiswa yang gampang
terpengaruh. Namun, sifat mahasiswa tersebut sering kali tidak dibarengi dengan
kebijakan dalam memilih pilihan-pilihan yang ada dihadapannya. Hal ini lah yang
mengakibatkan mahasiswa lupa diri sebagai penyandang julukan “kaum inetelekl”. Namun,
lupa diri tidak menurunkan rasa gengsi mahasiswa. Mahasiswa tetap ingin
dipandang hebat oleh manyarakat sehingga mengusahakan cara praktis untuk
mencapai visi yang tertanam itu salah satunya dengan cara mecontek.
Tidak
jarang saya berusaha meluruskan pemahaman yang salah ini di kalangan
teman-teman kampus. Namun, usaha itu sering dianggap berlebihan. Banyak teman
yang beranggapan bahwa mencontek itu tidak masalah, toh tidak ada yang diuntungkan dan yang dirugikan. Kekeliruan ini
lah yang terus memelihara virus-virus mecontek di kalangan mahasiswa secara
khusus. Mereka tidak tahu bahwa mencontek merupakan salah satu akar cabang dari
tindakan korupsi.
Siapa
yang paling ribut ketika ada tersangka korupsi tetapi tidak diberi ganjaran
yang setimpal? Mahasiswa bukan? Mahasiswa juga tidak tahu bahwa mencontek
merupakan awal tindakan suap karena terbiasa dengan hal yang praktis dan tidak
sesuai aturan. Tetapi siapa yang paling semangat melakukan demonstrasi ketika
mengetahui pemerintah daerahnya melakukan tindakan suap? Mahasiawa bukan? Saya
sangat yakin bahwa para mahasiswa pecinta contekan banyak terlibat di dalamnya.
Selain kedua hal di atas, mencontek juga tidak mendukung kampus untuk
menghasilkan alumni yang intelektual walau alumni yg dihasilkan memperoleh
ijazah yang “istimewa”.
Mencontek
juga memberi sumbangsih negatif terhadap usaha universitas dalam menghasilkan
para kaum intelek. Oleh karena itu, alumni-alumni yang dihasilkan tidak sedikit
yang hanya menyandang gelar sarjana saja tetapi tidak dapat memberi kontribusi
terhadap bangsanya sesuai tingkat penddikannya. Sementara bangsa tidak
membutuhkan para “penyandang” (yang hanya menyandang gelar) melainkan
orang-orang yang mampu menjadi pandu bangsa sesuai bidangnya.
Untuk
menjadikan kaum intelektual tidak hanya sebagai “penyandang” melainkan
“menjadi” (orang yang dapat member kontribusi sesuaidengan gelarnya), perlu
adanya tindakan tegas dari kampus. Salah satunya mungkin dengan membuat batasan
kepada mahasiswa dalam mengikuti organisasi kampus ataupun luar, sehingga
kuliah tidak menjadi kegiatan sampingan. Dengan demikian, dapat mengurangi
minat contek-mencontek di kalangan mahasiswa. Selain tindakan dari kampus,
didikan dari orang tua sejak kecil sangat diperlukan dalam pembentukan
kepribadian anak-anak bangsa yang akan menjadi pandu bangsa!