Daftar Blog Saya

Kamis, 01 November 2012

Mencontek : Hal yang Biasa?

Oleh Apri Habeahan
Mahasiswa di Universitas Andalas
Mencontek  merupakan hal yang sudah sering bahkan sangat lumrah kita dengarkan sejak anak-anak. Mencontek  bukan hanya populer di kalangan anak-anak saja melainkan di kalangan setiap pelajar termasuk mahasiswa. Di kalangan mahasiswa, mencontek bukan lagi dianggap sebagai hal yang memalukan tetapi sudah merupakan gaya tren para “kaum intelektual”. Memang, tidak semua mahasiswa menganggap bahwa mencontek itu hal yang biasa namun jumlahnya sangat kecil. Dengan jumlah mahasiswa yang kerap mencontek begitu banyak sering kali membuat para pejuang kejujuran tertekan—diolok-olok, dikatakan pelit dan sok alim.
Budaya mencontek pada kalangan mahasiswa sering kali didorong oleh keinginan mahasiswa memperoleh nilai tinggi tetapi didapatkan dengan cara yang mudah. Dengan Indeks Prestasi (IP) yang tinggi, mahasiswa berharap mendapat julukan cum laude tanpa peduli dengan cara mendapatkannya. Selain itu, menjunjung tinggi rasa solidaritas juga sering mendorong mahasiswa bekerja sama saat ujian berlangsung. Tidak hanya itu, mecontek merupakan santapan tepat bagi para pecinta budaya instan. Semua hal yang mendorong mahasiswa melakukan hal-hal yang instan seperti mencontek mendapat “dukungan” dari perkembangan teknologi:salah satunya blackberry dengan fitur-fiturnya yang memudahkan mahasiswa melakukan pencarian (searching) di internet dan menyimpan file berupa catatan kecil pda saat perkuliahan.
Para kaula muda termasuk mahasiswa merupakan mangsa utama bagi paham-paham yang tren masa kini salah satunya adalah pragmatisme karena sifat mahasiswa yang gampang terpengaruh. Namun, sifat mahasiswa tersebut sering kali tidak dibarengi dengan kebijakan dalam memilih pilihan-pilihan yang ada dihadapannya. Hal ini lah yang mengakibatkan mahasiswa lupa diri sebagai penyandang julukan “kaum inetelekl”. Namun, lupa diri tidak menurunkan rasa gengsi mahasiswa. Mahasiswa tetap ingin dipandang hebat oleh manyarakat sehingga mengusahakan cara praktis untuk mencapai visi yang tertanam itu salah satunya dengan cara mecontek.
Tidak jarang saya berusaha meluruskan pemahaman yang salah ini di kalangan teman-teman kampus. Namun, usaha itu sering dianggap berlebihan. Banyak teman yang beranggapan bahwa mencontek itu tidak masalah, toh tidak ada yang diuntungkan dan yang dirugikan. Kekeliruan ini lah yang terus memelihara virus-virus mecontek di kalangan mahasiswa secara khusus. Mereka tidak tahu bahwa mencontek merupakan salah satu akar cabang dari tindakan korupsi.
Siapa yang paling ribut ketika ada tersangka korupsi tetapi tidak diberi ganjaran yang setimpal? Mahasiswa bukan? Mahasiswa juga tidak tahu bahwa mencontek merupakan awal tindakan suap karena terbiasa dengan hal yang praktis dan tidak sesuai aturan. Tetapi siapa yang paling semangat melakukan demonstrasi ketika mengetahui pemerintah daerahnya melakukan tindakan suap? Mahasiawa bukan? Saya sangat yakin bahwa para mahasiswa pecinta contekan banyak terlibat di dalamnya. Selain kedua hal di atas, mencontek juga tidak mendukung kampus untuk menghasilkan alumni yang intelektual walau alumni yg dihasilkan memperoleh ijazah yang “istimewa”.
Mencontek juga memberi sumbangsih negatif terhadap usaha universitas dalam menghasilkan para kaum intelek. Oleh karena itu, alumni-alumni yang dihasilkan tidak sedikit yang hanya menyandang gelar sarjana saja tetapi tidak dapat memberi kontribusi terhadap bangsanya sesuai tingkat penddikannya. Sementara bangsa tidak membutuhkan para “penyandang” (yang hanya menyandang gelar) melainkan orang-orang yang mampu menjadi pandu bangsa sesuai bidangnya.
Untuk menjadikan kaum intelektual tidak hanya sebagai “penyandang” melainkan “menjadi” (orang yang dapat member kontribusi sesuaidengan gelarnya), perlu adanya tindakan tegas dari kampus. Salah satunya mungkin dengan membuat batasan kepada mahasiswa dalam mengikuti organisasi kampus ataupun luar, sehingga kuliah tidak menjadi kegiatan sampingan. Dengan demikian, dapat mengurangi minat contek-mencontek di kalangan mahasiswa. Selain tindakan dari kampus, didikan dari orang tua sejak kecil sangat diperlukan dalam pembentukan kepribadian anak-anak bangsa yang akan menjadi pandu bangsa!

Rabu, 31 Oktober 2012

Kumpulan Peribahasa

Oleh Apri Habeahan
Siswa di Kelas Menulis

Jam dinding berdentang di tengah malam
---> seseorang teriak minta tolong tetapi tidak seorang pun yang menghiraukan

Indahnya perpaduan dari senar gitar
---> hidup terasa indah dengan karakter manusianya yang berbeda-beda

Seperti sepasang sendal jepit
---> sifat yang berbeda akan saling melengkapi kelamahan masing-masing

Kipas angin di musim dingin
---> seseorang yang handal sekalipun, jika tidak pada tempatnya dampaknya kurang dirasakan

Sampah, makin lama makin busuk
---> jika kesalahan orang didiamkan, maka ia akan semakin merajalela

Seperti gunung berselimutkan kabut
---> hati yang sedih serasa ingin meluapkan air mata

Melihat mangga berwarna kuning cerah
---> kesuksesan yang sudah di depan mata, tinggal satu langkah lagi utk meraihnya

Seperti beras, warnanya putih tapi keras
---> ada orang yang kelihatannya murah hati tetapi kepribadiannya keras

Nyamuk tak henti2nya mencari mangsa
---> seperti orang yg selalu cari untung tanpa memikirkan penderitaan orang lain

Jaringan lelet, kepala suntuk
---> karyawan yang lamban tidak jarang membuat atasannya puyeng

Kipas angin berputar memberi kesejukan
---> sukacita datang bergilir kepada setiap orang

Hujan sering menghalangi aktivitas manusia 
---> seperti orang yg kadang menghambat rencana org lain tanpa merasa bersalah

Seperi asap kendaraan yang mondar-mandir mengelilingikesejukan kampus unand
---> perilaku orang jahat, sedikit-banyaknya akan mempengaruhi orang baik di sekitarnya

Mobil mewah berwarna putih kena percikan lumpur
--->perilaku buruk seorang yg terkenal walau sedikit akan mempengaruhi gambaran dirinya di mata orang lain

Angkot lalu mobil dinas lalu mobil mewah lalu motor lalu gerobak pedagang lalu angkot dst,dst.
---> kehidupan terdiri dari orang yg berbeda-beda dari tua-muda, kaya-miskin, susah-senang dst,dst.

Mobil lalu lalang di jalan raya
---> sering kali dalam kehidupan tidak ada rasa peduli akan sekitarnya

Pedangang sari roti menjual dagangannya dengan musik/lagu
---> dalam menyelesaikan suatu pekerjaan perlu adanya trik untuk menyelesaikannya lebih cepat

Pedagang bakso mendorong gerobaknya mengelilingi gang demi gang dalam satu kompleks
---> untuk mencapai kesuksesan, kita perlu menguasai beberapa bidang, tidak cukup hanya satu bidang saja

Salah satu aplikasi dari kelas menulis. :)
Cat.: Akan diperbaharui setiap minggunya. Silahkan berkunjung setiap Hari Selasa hehehe
alamat dipindahkan  ke  http://aprihabeahanblog.wordpress.com/



Bangkitlah Para Sarjana Teknologi Pertanian

Oleh Apri Habeahan
Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Andalas

Miris! Itulah yang saya rasakan ketika melihat banjir bandang (galodo) menghantam rumah, langgar (musala), dan lahan persawahan warga yang berada di kawasan Limau Manis-Padang tidak jauh dari tempat saya tinggal. Tidak lama setelah itu, banjir yang disertai longsor kembali menghantam rumah dan lahan persawahan warga di kawasan sungai Batu Busuak Kota Padang. Tidak hanya rumah dan lahan persawahan saja yang diporak-porandakan tetapi nyawa manusia juga.
Kini, giliran Lembah Anai yang terancam galodo. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Barat (BPDB Sumbar) telah menganjurkan adanya pembersihan tumpukan kayu yang ada di kawasan Lembah Anai. Ketika menyampaikan peringatan tersebut, Manajer Pusdalops BPDB Sumbar, Ade Edward mengatakan: “Mungkin tak perlu berdebat dari mana kayu itu, illegal logging atau aktivitas lainnya. Yang penting sekarang, segera membersihkan aliran sungai dari tumpukan kayu-kayu besar tersebut”, sebagaimana dimuat dalam harian Padang Ekspres (Selasa, 16/10/2012)
Saya tertegun dengan pernyataan Manajer Pusdalops BPDB di atas, terbersit kesan putus asa dari pernyataan tersebut. Sebegitu putus asanyakah lembaga ini melihat tindakan yang sangat lamban dalam pencegahan bencana banjir yang kian merajalela? Memang, penanggulangan akan semakin berat jika pencegahan tidaks ecepatnya dilakukan!
Masalah galodo tentu menjadi perhatian seluruh masyarakat, khususnya para sarjana teknologi pertanian. Terlebih lagi, melihat Limau Manis yang terletak di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Kuranji yang berdampingan dengan Unand tidak berhenti melahirkan para Sarjana Teknologi Pertanian tiap kali wisuda. Lahirnya para Sarjana Teknologi Pertanian ini tentunya berbanding lurus dengan banyaknya penelitian yang diwajibkan sebagai salah satu syarat wisuda dan dibukukan menjadi skripsi.
Beberapa kali saya mengikuti seminar hasil senior, begitu banyak penelitian yang membahas tentang penyebab terjadinya galodo dan upaya yang bisa dilakukan. Yang menjadi pertanyaannya adalah: dimana para Sarjana Teknologi Pertanian tersebut? Apakah penelitian yang dilakukan para sarjana teknologi pertanian hanya sekadar syarat wisuda? Apakah ilmu yang didapatkan semasa kuliah hanya untuk bekerja di bank atau pekerjaan lainnya yang melenceng dari teknologi pertanian? Apakah masalah yang kita temui saat melakukan penelitian tidak sedikit menggugah hati ambil bagian mengatasi masalah yang kian merajalela  khususnya galodo? Atau masalah seperti pembalakan liar (illegal logging) terlalu berat untuk kita hadapi?
Saya selalu mengingat perkataan seorang dosen ketika beliau kurang setuju dengan penelitian yang berhubungan dengan kualitas air. Dengan wajah bisa dibilang mencemeeh, beliau berkata begini: “itu mah penelitian salamah-lamahiman”. Artinya, penelitian tentang kualitas air terlalu mudah untuk seorang sarjana teknologi pertanian. Padahal masalah kualitas air seperti pencemaran oleh pabrik industri, pencemaran dari pemukiman dll, semakin merajalela. Dengan masalah kualitas air yang semakin marak, tidak seharusnya beliau berkata demikian.
Di satu sisi, pernyataan ini dapat mendorong para mahasiswa teknologi pertanian menghasilkan solusi dari masalah-masalah yang lebih berat. Namun di sisi lain, pernyataan ini hanya mengundang tanya dalam hati. Apakah ringan-beratnya penelitian itu yang terpenting? Memang mencari solusi dari penelitian yang cukup berat sangatlah penting. Namun apakah sebatas mencari solusi? Tidakkah lebih baik ketika solusi dari masalah yang kecil langsung diaplikasikan di lapangan?
Aplikasi yang kurang, itulah yang manjadi penyebab dari minimnya kontribusi para sarjana—khususnya Sarjana Teknologi Pertanian dalam masalah ini. Dapat dikatakan bahwa semakin meningkatnya masalah khususnya bencana banjir saat ini bukan karena minimnya Sumber Daya Manusia (SDM). Semakin banyaknya pemecahan masalah dalam setiap penelitian yang dilakukan para sarjana membuktikan bahwa ketersediaan SDM di Sumbar tidaklah kurang. Yang menjadi masalah adalah: para SDM tersebut tidak menempatkan diri sesuai dengan kemampuan/keahlian sertai ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dengan kata lain, mereka tidak tidak mau terjun langsung pada bidang yang terkait dengan teknologi pertanian.
Dalam menanggapi masalah ini, perlu adanya dorongan dan ketegasan dari kampus. Mahasiswa sedapat mungkin didukung untuk menggeluti bidangnya masing-masing ketika sudah menjadi alumni, tidak terkecuali mahasiswa teknologi pertanian. Saya teringat masa Hari Orienstasi MahasiswaTeknologi Pertanian (Agritech Orientation Day) yang diadakan untuk memperkenalkan Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) kepada kami mahasiswa baru. Acara ini bagus! Namun yang tidak bisa diterima ketika salah seorang senior yang ikut ambil bagian dalam kepanitiaan berkata begini: “ Asal kawan-kawan tau, kampus ini tidak hanya tempat menimba ilmu. Yang paling penting kawan-kawan ketahui bahwa kampus ini adalah tempat kita mengembangkan diri. Belum tentu kawan-kawan bekerja sesuai dengan jurusan kawan-kawan saat ini.” Seharusnya acara ini dapat digunakan semaksimal mungkin untuk menyadarkan para masiswa baru bahwa jurusan ini penting!
Pernyataan di atas memang benar bahwa kampus dapat menjadi tempat pengembangan diri. Namun sering kali hanya menjadi “modal” bagi mahasiswa untuk tidak terlalu serius dalam perkuliahan. Banyak mahasiswa yang lebih mengutamakan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) ketimbang kuliahnya. Saya tidak sedang mengatakan bahwa aktif dalam UKM itu salah. Memang UKM sangatlah diperlukan. UKM dapat membentuk kepribadian dan kepemimpinan mahasiswa. Namun UKM jangan sampai menjadi penghalang bagi mahasiswa untuk semakin mencintai apa yang sudah menjadi jurusannya di kampus.
Dengan mencintai jurusan kita, keinginan untuk terlibat ke dalamnya setelah alumni akan semakin besar. Ketika kita mendapat gelar Sarjana Teknologi Pertanian (STP), seharusnya dengan semangat yang besar kita menumpahkan ilmu yang diperoleh kepada masalah-masalah yang terjadi saat ini—khusunya masalah galodo. Semoga tidak lagi menjadi hal yang dibangga-banggakan ketika seorang Sarjana Teknologi Pertanian diterima di bank atau pekerjaan-pekerjaan. Tapi pandanglah bahwa itu menunjukkan ketidakpedulian kita terhadap masalah yang sesuai dengan bidang kita—Teknologi Pertanian. Bangkitlah para sarjana teknologi pertanian!



Kamis, 30 Agustus 2012


All about my youngest brother :)

Narsis euy.. :p

Jiaaahhh, yg baru siap mandi :D

Hahahaha.. bedaknya blepotan :p

lagi2 narsis.. lanjutkan :)

Five Titipan Habeahan
Pelepas rindu ketika mengingat keluarga disana, penyemangat ketika stock semangatku hampir habis, dan penghibur ketika mulai lesu menghadapi masalah2. Thanks Lord, You gave him to me. i'm really thankfull :-)




Satu hari berpanas-panasan bersama echa.. asyiikkk :-)

Apri Habeahan:           Salah PEMERINTAH atau MASYARAKAT?Selama...

Apri Habeahan:           Salah PEMERINTAH atau MASYARAKAT?
Selama...
:           Salah PEMERINTAH atau MASYARAKAT? Selama ini penduduk kota Padang was-was dengan issu Tsunami yang akan terjadi waktu deka...