Daftar Blog Saya

Rabu, 31 Oktober 2012

Bangkitlah Para Sarjana Teknologi Pertanian

Oleh Apri Habeahan
Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Andalas

Miris! Itulah yang saya rasakan ketika melihat banjir bandang (galodo) menghantam rumah, langgar (musala), dan lahan persawahan warga yang berada di kawasan Limau Manis-Padang tidak jauh dari tempat saya tinggal. Tidak lama setelah itu, banjir yang disertai longsor kembali menghantam rumah dan lahan persawahan warga di kawasan sungai Batu Busuak Kota Padang. Tidak hanya rumah dan lahan persawahan saja yang diporak-porandakan tetapi nyawa manusia juga.
Kini, giliran Lembah Anai yang terancam galodo. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Barat (BPDB Sumbar) telah menganjurkan adanya pembersihan tumpukan kayu yang ada di kawasan Lembah Anai. Ketika menyampaikan peringatan tersebut, Manajer Pusdalops BPDB Sumbar, Ade Edward mengatakan: “Mungkin tak perlu berdebat dari mana kayu itu, illegal logging atau aktivitas lainnya. Yang penting sekarang, segera membersihkan aliran sungai dari tumpukan kayu-kayu besar tersebut”, sebagaimana dimuat dalam harian Padang Ekspres (Selasa, 16/10/2012)
Saya tertegun dengan pernyataan Manajer Pusdalops BPDB di atas, terbersit kesan putus asa dari pernyataan tersebut. Sebegitu putus asanyakah lembaga ini melihat tindakan yang sangat lamban dalam pencegahan bencana banjir yang kian merajalela? Memang, penanggulangan akan semakin berat jika pencegahan tidaks ecepatnya dilakukan!
Masalah galodo tentu menjadi perhatian seluruh masyarakat, khususnya para sarjana teknologi pertanian. Terlebih lagi, melihat Limau Manis yang terletak di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Kuranji yang berdampingan dengan Unand tidak berhenti melahirkan para Sarjana Teknologi Pertanian tiap kali wisuda. Lahirnya para Sarjana Teknologi Pertanian ini tentunya berbanding lurus dengan banyaknya penelitian yang diwajibkan sebagai salah satu syarat wisuda dan dibukukan menjadi skripsi.
Beberapa kali saya mengikuti seminar hasil senior, begitu banyak penelitian yang membahas tentang penyebab terjadinya galodo dan upaya yang bisa dilakukan. Yang menjadi pertanyaannya adalah: dimana para Sarjana Teknologi Pertanian tersebut? Apakah penelitian yang dilakukan para sarjana teknologi pertanian hanya sekadar syarat wisuda? Apakah ilmu yang didapatkan semasa kuliah hanya untuk bekerja di bank atau pekerjaan lainnya yang melenceng dari teknologi pertanian? Apakah masalah yang kita temui saat melakukan penelitian tidak sedikit menggugah hati ambil bagian mengatasi masalah yang kian merajalela  khususnya galodo? Atau masalah seperti pembalakan liar (illegal logging) terlalu berat untuk kita hadapi?
Saya selalu mengingat perkataan seorang dosen ketika beliau kurang setuju dengan penelitian yang berhubungan dengan kualitas air. Dengan wajah bisa dibilang mencemeeh, beliau berkata begini: “itu mah penelitian salamah-lamahiman”. Artinya, penelitian tentang kualitas air terlalu mudah untuk seorang sarjana teknologi pertanian. Padahal masalah kualitas air seperti pencemaran oleh pabrik industri, pencemaran dari pemukiman dll, semakin merajalela. Dengan masalah kualitas air yang semakin marak, tidak seharusnya beliau berkata demikian.
Di satu sisi, pernyataan ini dapat mendorong para mahasiswa teknologi pertanian menghasilkan solusi dari masalah-masalah yang lebih berat. Namun di sisi lain, pernyataan ini hanya mengundang tanya dalam hati. Apakah ringan-beratnya penelitian itu yang terpenting? Memang mencari solusi dari penelitian yang cukup berat sangatlah penting. Namun apakah sebatas mencari solusi? Tidakkah lebih baik ketika solusi dari masalah yang kecil langsung diaplikasikan di lapangan?
Aplikasi yang kurang, itulah yang manjadi penyebab dari minimnya kontribusi para sarjana—khususnya Sarjana Teknologi Pertanian dalam masalah ini. Dapat dikatakan bahwa semakin meningkatnya masalah khususnya bencana banjir saat ini bukan karena minimnya Sumber Daya Manusia (SDM). Semakin banyaknya pemecahan masalah dalam setiap penelitian yang dilakukan para sarjana membuktikan bahwa ketersediaan SDM di Sumbar tidaklah kurang. Yang menjadi masalah adalah: para SDM tersebut tidak menempatkan diri sesuai dengan kemampuan/keahlian sertai ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dengan kata lain, mereka tidak tidak mau terjun langsung pada bidang yang terkait dengan teknologi pertanian.
Dalam menanggapi masalah ini, perlu adanya dorongan dan ketegasan dari kampus. Mahasiswa sedapat mungkin didukung untuk menggeluti bidangnya masing-masing ketika sudah menjadi alumni, tidak terkecuali mahasiswa teknologi pertanian. Saya teringat masa Hari Orienstasi MahasiswaTeknologi Pertanian (Agritech Orientation Day) yang diadakan untuk memperkenalkan Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) kepada kami mahasiswa baru. Acara ini bagus! Namun yang tidak bisa diterima ketika salah seorang senior yang ikut ambil bagian dalam kepanitiaan berkata begini: “ Asal kawan-kawan tau, kampus ini tidak hanya tempat menimba ilmu. Yang paling penting kawan-kawan ketahui bahwa kampus ini adalah tempat kita mengembangkan diri. Belum tentu kawan-kawan bekerja sesuai dengan jurusan kawan-kawan saat ini.” Seharusnya acara ini dapat digunakan semaksimal mungkin untuk menyadarkan para masiswa baru bahwa jurusan ini penting!
Pernyataan di atas memang benar bahwa kampus dapat menjadi tempat pengembangan diri. Namun sering kali hanya menjadi “modal” bagi mahasiswa untuk tidak terlalu serius dalam perkuliahan. Banyak mahasiswa yang lebih mengutamakan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) ketimbang kuliahnya. Saya tidak sedang mengatakan bahwa aktif dalam UKM itu salah. Memang UKM sangatlah diperlukan. UKM dapat membentuk kepribadian dan kepemimpinan mahasiswa. Namun UKM jangan sampai menjadi penghalang bagi mahasiswa untuk semakin mencintai apa yang sudah menjadi jurusannya di kampus.
Dengan mencintai jurusan kita, keinginan untuk terlibat ke dalamnya setelah alumni akan semakin besar. Ketika kita mendapat gelar Sarjana Teknologi Pertanian (STP), seharusnya dengan semangat yang besar kita menumpahkan ilmu yang diperoleh kepada masalah-masalah yang terjadi saat ini—khusunya masalah galodo. Semoga tidak lagi menjadi hal yang dibangga-banggakan ketika seorang Sarjana Teknologi Pertanian diterima di bank atau pekerjaan-pekerjaan. Tapi pandanglah bahwa itu menunjukkan ketidakpedulian kita terhadap masalah yang sesuai dengan bidang kita—Teknologi Pertanian. Bangkitlah para sarjana teknologi pertanian!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar